
Bekerja dengan kayu ulin sepertinya sepele, apalagi buat yang sudah terbiasa potong-potong kayu di bengkel atau rumah. Tapi coba deh pikir lagi—debu kayu ulin itu bukan cuma masalah remeh. Sifat kayunya memang juara: kuat, enggak gampang lapuk, dan sering jadi bahan andalan buat jembatan, dermaga, sampai kusen rumah. Tapi siapa sangka, debu halus dari proses penggergajian atau pengamplasan kayu legendaris asal Kalimantan ini punya cerita berbeda. Beberapa tukang kayu bahkan mengaku merasakan gatal di kulit, sesak di dada, atau bersin-bersin tiap kali bekerja dengan kayu ulin, padahal kelihatannya ”cuma” serbuk kecil. Kok bisa begitu? Ada apa sih di balik debu kayu ulin ini?
Mengenal Kayu Ulin dan Sifat Uniknya
Kayu ulin, yang juga dikenal dengan sebutan kayu besi, udah terkenal banget di Indonesia, terutama di wilayah Kalimantan dan Sumatera. Alasan kenapa banyak orang suka pakai kayu ini benar-benar jelas—dia luar biasa tahan terhadap rayap, enggak gampang dimakan usia, dan sering jadi pilihan utama buat konstruksi berat seperti tiang atau papan dermaga. Sampai sekarang, banyak rumah adat di Kalimantan yang masih berdiri kokoh karena memakai kayu ulin. Nggak mengherankan, karena tingkat kekerasannya hampir dua kali lipat dari kayu jati biasa.
Keunikan kayu ulin bukan cuma soal fisiknya saja. Resinnya yang alami bisa mengeluarkan bau khas, terutama waktu dipotong atau diamplas. Bau ini muncul karena ada kandungan zat bioaktif di dalam kayunya. Para peneliti dari Universitas Mulawarman pernah mengamati bahwa senyawa-senyawa tersebut termasuk tanin, lignin, dan fenol. Nah, bahan-bahan kimia inilah yang bikin kayu ulin tahan terhadap hama, tapi di sisi lain bisa juga bikin tubuh kita bereaksi saat menghirup atau terkena serbuknya langsung.
Kalau dipikir-pikir, debu halus kayu apapun sebenarnya bisa bikin masalah di saluran pernapasan, apalagi buat yang memang sensitif atau punya alergi. Tapi kenapa ulin terasa spesial? Beberapa penelitian menyebutkan, ulin punya konsentrasi senyawa iritan yang kadarnya cukup tinggi jika dibandingkan dengan kayu lain seperti jati atau meranti. Ini yang membuat reaksi tubuh cenderung lebih cepat muncul walaupun paparan tergolong sebentar.
Debu Kayu Ulin: Apa Benar Beracun?
Banyak yang mikir: “Ah, dusta! Masa iya kayu jadi racun?” Padahal, debu halus dari kayu ulin ternyata memang mengandung zat yang tidak ramah buat tubuh manusia. Laporan ilmiah tahun 2020 dari "Institut Teknologi Bandung" bahkan menegaskan kalau debu kayu ulin bisa menyebabkan gejala alergi, iritasi, hingga asma, khususnya pada tukang kayu yang sering terpapar tanpa pelindung. Senyawa yang disebut-sebut paling bikin masalah adalah fenol. Kalau partikel debu ini masuk ke saluran pernapasan, bisa memicu tubuh mengeluarkan reaksi defensif—batuk, bersin, sampai sesak napas.
Bukan cuma soal pernapasan. Pernah dengar tukang kayu ulin yang kulitnya mendadak bentol-bentol kayak digigit serangga? Ada juga yang ngaku gatal, bahkan sampai luka-luka kecil yang nyelekit di tangan. Senyawa bioaktif di debu ulin bisa bikin iritasi di kulit, terutama buat yang punya kulit sensitif. Hal ini diamini oleh “Asosiasi Kesehatan Kerja Indonesia”, yang mencatat keluhan pekerja sering muncul berupa dermatitis ringan hingga sedang. Debunya juga sering masuk ke mata dan bikin mata berair atau merah berhari-hari.
Tingkat bahayanya makin bertambah kalau kita kerja di ruangan tertutup tanpa ventilasi yang baik. Debu tipis yang sepele itu bisa melayang-layang di udara, bikin siapa aja yang masuk ruangan ikut menghirupnya. Perlu dicatat, menurut data BPJS Ketenagakerjaan dari tahun 2023, kasus gangguan pernapasan pada pekerja kayu naik hingga 20% di daerah sentra industri kayu ulin. Jadi, walaupun “racun” di sini bukan dalam arti membunuh secara cepat, tapi bisa menimbulkan efek jangka panjang kalau terpapar terus-menerus.
debu kayu ulin juga dikhawatirkan bersifat karsinogenik, terutama jika kandungan senyawa fenolnya tinggi. Meskipun penelitian tentang risiko kanker akibat paparan langsung debu ulin masih terbatas di Indonesia, riset luar negeri sudah berulang kali mengaitkan paparan jangka panjang debu kayu keras dengan peningkatan risiko kanker saluran napas atas.
“Paparan debu kayu keras, termasuk kayu ulin Indonesia, jika dibiarkan tanpa pengaman, dapat membuka peluang terjadinya efek karsinogenik pada pekerja industri,” tulis Dr. Retno Sari dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam jurnal Occupational Health Research (2022).
Dari sini sudah kelihatan, bukan cuma cerita iseng soal sensasi ‘gatel’ atau ‘batuk’ saja. Debu ini memang layak dikhawatirkan dan patut mendapat perhatian serius.

Apa Saja Gejala dan Dampak Paparan Debu Kayu Ulin?
Banyak dari kita baru sadar soal risiko debu kayu ulin setelah mengalami langsung gejalanya. Biasanya reaksi paling awal yang dirasain adalah hidung meler, tenggorokan kering, dan batuk-batuk yang enggak kunjung selesai. Gejala lain yang sering muncul adalah iritasi kulit seperti gatal atau ruam merah, bahkan bisa berkembang jadi luka atau benjolan kecil kalau terpapar dalam waktu lama.
Tukang kayu yang tiap hari berurusan sama ulin tanpa masker, biasanya juga ngeluhin mata perih, kadang sampai bengkak. Bahkan ada kasus di mana pekerja jadi sensitif terhadap bahan tertentu, kayak handsaplast atau sabun, karena daya tahan kulitnya terus menurun akibat seringnya kontak dengan debu ini. Gejala paling parah adalah asma—ini kejadian nyata di beberapa sentra industri kayu di Kalimantan Timur, di mana sekitar 1 dari 5 pekerja mengidap asma sesudah 2-3 tahun kerja tanpa alat pelindung.
Jangan lupa, efek jangka panjangnya jauh lebih berbahaya dibanding efek spontan. Ketika debu kayu ulin dihirup setiap hari, tubuh bisa membentuk respons alergi kronis yang bikin pernapasan terasa makin berat. Bahkan, kalau seseorang sudah punya riwayat alergi atau asma, bisa jadi gejalanya makin cepat muncul dan parah!
Di luar efek pada pernapasan dan kulit, paparan debu ulin ternyata juga mempengaruhi daya tahan tubuh secara umum. Ada beberapa studi lokal yang menunjukkan bahwa pekerja yang terpapar debu kayu dalam waktu lama punya kadar limfosit lebih tinggi, tanda kalau tubuhnya terus-terusan “berjuang” melawan zat asing. Kadang muncul juga gejala seperti demam ringan, badan pegal-pegal, atau mudah merasa lelah, terutama kalau paparan terjadi di ruangan tertutup dan lembap.
Fakta menarik, di tahun 2021, seorang peneliti dari LIPI mencatat ada kenaikan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kalangan pekerja industri kayu di wilayah Kalimantan Selatan—dan debu ulin disebut-sebut sebagai salah satu penyebab terbesarnya. Ini makin memperkuat anggapan bahwa debu kayu, termasuk ulin, berpotensi langsung memberi dampak negatif terhadap kesehatan jika tidak diantisipasi sejak awal.
Cara Kerja Racun dalam Debu Kayu Ulin
Mungkin ada yang penasaran, gimana cara racun dalam debu kayu ulin ini mempengaruhi tubuh? Jadi begini, ketika kita menghirup debu yang ukurannya mikroskopis itu, partikel-partikelnya akan menempel di saluran pernapasan, mulai dari hidung sampai ke paru-paru. Zat kimia seperti fenol dan tanin yang terkandung dalam serbuk masuk bareng udara, dan bisa langsung memicu reaksi peradangan.
Respons tubuh biasanya berupa iritasi ringan seperti batuk dan bersin, atau bisa berlanjut ke inflamasi yang lebih berat jika yang terhirup dalam jumlah besar atau secara terus-menerus. Sementara untuk kulit, senyawa ini menembus lapisan luar kulit dan memicu respons alergi—makanya area yang paling sering kontak, misal tangan, lengan, bahkan wajah, jadi merah dan gatal. Mata juga bisa teriritasi, apalagi kalau partikel debu menempel waktu mengusap wajah.
Banyak orang enggak sadar, efek debu kayu bisa akumulatif. Artinya, dampak berbahaya enggak langsung terasa dalam satu hari dua hari, tapi baru tampak setelah berminggu atau berbulan-bulan terpapar debu secara rutin. Dalam beberapa kasus, penderita alergi debu kayu jadi makin sensitif, bahkan pada jenis kayu lain setelah terkena debu ulin secara berulang.
Selain itu, reaksi imun tubuh yang berlebihan akibat paparan debu juga bisa menurunkan daya tahan badan, sehingga lebih mudah terserang pilek, flu, atau infeksi saluran pernapasan lain. Fenomena ini sering ditemui pada pemula yang baru kerja di bengkel kayu, tiba-tiba jadi gampang sakit setelah beberapa minggu.
- Fenol: Zat ini termasuk kelompok alkohol aromatik yang dikenal sebagai iritan kuat, terutama buat kulit dan saluran napas.
- Tanin: Biasanya bertanggung jawab atas rasa “kaku” di mulut saat makan buah-buahan tertentu, tapi dalam debu kayu bisa bikin kulit gatal atau bersin.
- Lignin: Walaupun lebih lazim sebagai komponen pendukung struktur kayu, lignin yang hancur jadi partikel halus bisa memicu batuk atau sesak nafas.
Risiko makin bertambah kalau tubuh kita sedang kurang fit, atau ruangan kerja tertutup dan panas sehingga debu mudah beterbangan dan terhirup bolak-balik.

Tindakan Pencegahan dan Tips Aman Bekerja dengan Kayu Ulin
Walaupun bahaya debunya nyata, bukan berarti kita harus takut total dan nggak mau lagi menyentuh ulin. Ada banyak trik sederhana biar tetap aman dan sehat saat mengolah kayu ini. Pertama, selalu gunakan masker pelindung hidung yang berkualitas, minimal tipe N95, waktu mengampelas, memotong, atau membelah kayu. Masker kain biasa kurang efektif, karena partikel debu kayu ulin sangat kecil dan bisa tembus lewat serat katun.
Bukan cuma masker, gunakan juga kacamata pelindung biar debu nggak masuk ke mata, plus sarung tangan tebal untuk melindungi kulit dari risiko iritasi. Kalau kerja di ruangan tertutup, pastikan ventilasi cukup. Kalau bisa, tambahkan exhaust fan atau blower khusus supaya debu cepat tersedot keluar ruangan. Bagi pekerja rumahan, mengolah kayu di ruangan terbuka jauh lebih aman.
Setiap selesai kerja, sebaiknya langsung ganti pakaian dan mandi. Jangan cuma cuci tangan saja, karena partikel debu bisa menempel di leher, wajah, bahkan rambut. Kalau rutin mandi setelah menjalankan proyek kayu ulin, risiko gatal dan iritasi bisa turun drastis. Trik lain, oleskan pelembap pada kulit yang paling sering terpapar—dari pengalaman banyak tukang kayu, ini bisa bantu mengurangi sensasi kering dan gatal akibat debu.
Buat yang sering menghaluskan kayu ulin dengan mesin atau amplas listrik, hindari makan atau minum di area kerja. Debu bisa nempel di makanan atau air minum, lalu tanpa sadar ikut ditelan. Kalau terkena debu di mata, bilas dengan air mengalir beberapa menit. Bila iritasi tak juga hilang, sebaiknya segera ke dokter.
Beberapa tukang kayu berpengalaman juga menyarankan menggunakan alat penyedot debu khusus (dust collector) serta rajin membersihkan ruangan dengan vacuum cleaner, bukan sapu biasa, agar partikel kecil benar-benar terangkat. Cuci seragam kerja secara terpisah agar debu tidak menyebar ke anggota keluarga.
Untuk mengurangi akumulasi debu di udara, jaga kelembapan ruangan dengan humidifier atau semprot air tipis di lantai sebelum bekerja mengampelas. Cara ini efektif membuat debu lebih mudah jatuh ke lantai, jadi nggak mudah beterbangan dan terhirup.
Terakhir, jangan cuek kalau mulai terasa gejala alergi, batuk, atau sesak napas setelah kerja dengan ulin. Segera konsultasikan ke dokter, jangan tunggu makin parah. Walaupun rasanya sepele, kesehatan tetap nomor satu, apalagi kalau penghasilan tergantung dari kerja sehari-hari dengan kayu ulin.
Tulis komentar