Pohon bangkirai adalah salah satu jenis kayu keras alami dari Indonesia yang banyak digunakan di dunia konstruksi dan perabot rumah. Banyak orang memilihnya karena tahan lama, awet, dan tidak mudah rusak oleh cuaca atau serangga. Tapi, sebelum membeli atau memakainya, penting untuk tahu seperti apa pohonnya sebenarnya. Bukan hanya kayunya, tapi pohonnya juga punya ciri khas yang membedakan dari jenis lain, terutama di hutan Kalimantan tempatnya tumbuh liar.
Penampakan Daun dan Batang Pohon Bangkirai
Pohon bangkirai (Schleichera oleosa) punya daun majemuk, artinya satu tangkai daun menopang beberapa anak daun. Jumlah anak daunnya biasanya antara 5 sampai 9, bentuknya lonjong, ujung meruncing, dan tepinya rata tanpa gigi. Warna daunnya hijau gelap di atas, sedangkan bagian bawahnya lebih terang, hampir keabu-abuan. Daunnya tidak mengelupas seperti daun jati, tapi tetap mengkilap dan tebal, yang membantu pohon ini bertahan di iklim tropis yang panas dan lembap.
Batang pohonnya lurus dan tinggi, bisa mencapai 40-50 meter. Diameter batangnya biasanya 80-120 cm, bahkan ada yang lebih besar. Kulit batangnya kasar, berwarna abu-abu kecoklatan, dan sering retak-retak kecil membentuk pola seperti sisik ikan. Di bagian bawah batang, sering ditemukan akar napas-akar yang muncul ke permukaan tanah untuk membantu napas di tanah yang jenuh air. Ini ciri khas pohon yang tumbuh di daerah rawa atau tanah berpasir.
Biji dan Buah Pohon Bangkirai
Pohon bangkirai berbuah setahun sekali, biasanya di akhir musim hujan. Buahnya berbentuk bulat kecil, sebesar kelereng, dan berwarna hijau saat muda, lalu berubah jadi coklat kehitaman saat matang. Buah ini punya kulit keras, dan di dalamnya berisi satu biji besar berwarna coklat tua. Biji ini tidak bisa dimakan, tapi bisa ditanam untuk pembibitan. Di alam liar, burung dan hewan kecil sering memakan buahnya, lalu menyebarkan bijinya ke tempat lain. Ini salah satu alasan mengapa pohon bangkirai masih banyak ditemukan di hutan primer Kalimantan.
Ciri Kayu Bangkirai yang Mudah Dikenali
Kayu bangkirai punya warna alami yang sangat khas: kuning kecoklatan atau kehijauan pucat. Semakin tua pohonnya, semakin gelap warna kayunya. Jika dipotong baru, warnanya terang, tapi setelah terkena udara dan sinar matahari, warnanya berubah jadi kecoklatan tua. Ini bukan karena cat atau perawatan-ini proses alami oksidasi.
Grain kayunya halus dan seragam, tidak berbintik-bintik seperti kayu jati. Permukaannya halus saat digosok, tapi tetap keras. Kalau kamu pernah menyentuh kayu bangkirai yang sudah dikeringkan, kamu akan merasakan teksturnya seperti batu yang sudah dipoles. Ini karena densitasnya tinggi-kayu ini berat, dengan berat jenis sekitar 0,85 hingga 0,95. Artinya, kalau kamu mencoba mengapungkannya di air, dia akan tenggelam. Kayu jati bisa mengapung, tapi bangkirai tidak.
Tahan Terhadap Rayap dan Jamur
Salah satu alasan utama kayu bangkirai dicari adalah ketahanannya terhadap serangan serangga dan jamur. Kayu ini mengandung minyak alami yang disebut oleoresin, yang membuatnya tidak disukai oleh rayap, kutu kayu, dan jamur pelapuk. Penelitian dari Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan di Bogor menunjukkan bahwa kayu bangkirai bisa bertahan lebih dari 25 tahun di luar ruangan tanpa perawatan kimia. Ini jauh lebih lama dibanding kayu kelas II seperti kayu meranti atau kayu kapur.
Tidak perlu dicat atau diawetkan dengan bahan kimia berbahaya. Cukup dikeringkan dengan benar dan dipasang di tempat yang tidak tergenang air, bangkirai akan tetap utuh selama puluhan tahun. Ini membuatnya ideal untuk dek rumah, jembatan kayu, tiang penyangga, atau bahkan perahu tradisional di Kalimantan.
Perbedaan Bangkirai dengan Ulin dan Kayu Lain
Banyak orang salah mengira bangkirai itu sama dengan ulin. Padahal, keduanya berbeda. Ulin (Eusideroxylon zwageri) punya warna lebih gelap-coklat kehitaman-dan lebih berat, dengan berat jenis mencapai 1,1. Ulin juga lebih sulit dipotong dan dibor. Bangkirai lebih mudah diolah, tapi tetap sangat keras.
Perbedaan lainnya ada di bau. Kayu bangkirai punya aroma ringan seperti kayu pinus yang sedikit manis, terutama saat baru dipotong. Ulin tidak berbau kuat. Kalau kamu lihat serpihan kayu, bangkirai punya serat lurus dan konsisten, sementara ulin sering punya pola bergelombang.
Kayu lain seperti jati atau meranti jelas lebih ringan dan lebih mudah rusak. Jati bisa retak karena perubahan kelembapan, sementara bangkirai tetap stabil. Meranti cepat lapuk jika terkena air terus-menerus. Bangkirai tidak.
Di Mana Pohon Bangkirai Tumbuh?
Pohon bangkirai tumbuh alami di hutan hujan tropis, terutama di Kalimantan-di wilayah seperti Kutai, East Kalimantan, dan Kalimantan Tengah. Dia juga ditemukan di Sumatera dan Sulawesi, tapi jumlahnya jauh lebih sedikit. Dia lebih suka tanah berpasir atau tanah liat yang tidak terlalu basah, tapi tetap lembap. Dia tidak tumbuh di tanah gambut atau rawa banjir, tapi di dataran tinggi yang tidak terlalu tinggi-biasanya antara 100 sampai 500 meter di atas permukaan laut.
Pohon ini tumbuh lambat. Butuh 40-60 tahun agar bisa dipanen secara berkelanjutan. Ini alasan mengapa kayu bangkirai mahal dan tidak boleh ditebang sembarangan. Di Indonesia, penebangan bangkirai diatur ketat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan hanya boleh dilakukan di hutan tanaman industri atau hutan produksi yang dikelola secara berkelanjutan.
Bagaimana Cara Memastikan Kayu Bangkirai Asli?
Karena harganya tinggi, banyak penjual yang menipu dengan menjual kayu lain sebagai bangkirai. Berikut cara memastikan keasliannya:
- Uji berat: Ambil potongan kecil. Jika terasa sangat berat untuk ukurannya, kemungkinan besar itu bangkirai.
- Uji warna: Gores permukaan kayu dengan kuku. Jika warna di bawahnya tetap kuning kecoklatan, bukan putih atau abu-abu, itu asli.
- Uji kekerasan: Coba tekan dengan paku. Jika paku tidak masuk dengan mudah, itu kayu keras-kemungkinan besar bangkirai.
- Cek sertifikat: Pastikan ada sertifikat FSC atau SNI 01-6905-2004 yang menyatakan kayu berasal dari hutan berkelanjutan.
- Perhatikan aroma: Bau ringan dan manis saat digosok adalah ciri khas bangkirai. Kayu palsu biasanya tidak berbau atau bau kimia.
Kenapa Kayu Bangkirai Masih Populer di 2025?
Dengan munculnya bahan komposit dan plastik rekayasa, banyak orang mengira kayu alami akan ketinggalan zaman. Tapi tidak untuk bangkirai. Di 2025, bangkirai tetap jadi pilihan utama untuk proyek-proyek yang butuh keawetan jangka panjang tanpa perawatan berulang. Arsitek rumah modern di Banjarmasin, Pontianak, dan Samarinda lebih memilih bangkirai untuk dek, pagar, dan teras karena tahan terhadap cuaca panas dan hujan tropis yang ekstrem.
Di luar negeri, bangkirai masih diekspor ke Jepang, Singapura, dan Australia untuk proyek-proyek luar ruangan yang butuh estetika alami dan ketahanan tinggi. Banyak hotel resort di Bali dan Lombok juga memakainya untuk jembatan dan gazebo karena tidak perlu dicat ulang setiap tahun.
Kayu ini bukan sekadar bahan bangunan. Ini warisan alam yang punya nilai budaya dan ekologis. Pohon bangkirai adalah simbol ketahanan-tumbuh lambat, bertahan lama, dan memberi manfaat selama puluhan tahun. Kalau kamu memilihnya, kamu tidak hanya membeli kayu. Kamu memilih keberlanjutan.
Apa perbedaan antara kayu bangkirai dan kayu ulin?
Kayu bangkirai berwarna kuning kecoklatan, lebih ringan (berat jenis 0,85-0,95), dan lebih mudah diolah. Ulin berwarna coklat kehitaman, lebih berat (berat jenis 1,1), lebih keras, dan sulit dipotong. Ulin juga tidak berbau kuat, sementara bangkirai punya aroma ringan saat baru dipotong.
Bisakah kayu bangkirai digunakan di dalam ruangan?
Bisa, dan bahkan sangat direkomendasikan. Kayu bangkirai cocok untuk lantai, meja, dan perabot interior karena permukaannya halus, tidak mudah retak, dan tidak mengeluarkan bau tidak sedap. Tapi karena harganya mahal, banyak orang memakainya hanya untuk area yang sering dipakai atau butuh ketahanan tinggi.
Apakah kayu bangkirai ramah lingkungan?
Jika berasal dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan dan punya sertifikat FSC atau SNI, maka ya. Pohon bangkirai tumbuh lambat, jadi penebangan harus terbatas. Kayu ini tidak butuh bahan kimia pengawet, sehingga tidak mencemari tanah atau air. Ini jauh lebih ramah lingkungan dibanding kayu impor yang diawetkan dengan arsenik atau kromium.
Berapa lama umur kayu bangkirai jika dipakai di luar ruangan?
Dengan perawatan minimal-tidak terendam air dan tidak terkena sinar matahari langsung terus-menerus-kayu bangkirai bisa bertahan 25-40 tahun. Beberapa proyek di Kalimantan yang dibangun tahun 1990-an masih berdiri kokoh sampai sekarang tanpa diganti.
Di mana bisa membeli kayu bangkirai asli di Kalimantan?
Cari pengecer resmi yang menyediakan sertifikat SNI 01-6905-2004 atau FSC. Di Banjarmasin, beberapa toko kayu di Jalan A. Yani dan Pasar Lama memiliki stok yang terverifikasi. Hindari penjual yang tidak bisa menunjukkan dokumen asal kayu. Jangan percaya harga terlalu murah-bangkirai asli tidak bisa dijual dengan harga murah.